Sunday, January 20, 2008

PERAWAT JADI PENGUSAHA

Perawat Jadi Pengusaha? Seribu Satu Peluang Terbuka Buat Lulusan Pendidikan Kesehatan (Wawancara Khusus dengan Kepala Bidang Umum Tenaga Kesehatan Pusat Diknakes Dra Utik Indrawati M Kes)

Pusdiknakes, Jakarta - Pernah dengar seorang perawat menjadi pengusaha? Jika cermat mencari peluang usaha, bukannya tak mungkin, seorang lulusan akademi perawat dapat menjadi pengusaha sukses, bahkan membuka peluang kerja buat teman-teman satu keahlian. Lulusan akademi perawat ternyata tak mesti bekerja di Rumah Sakit (RS) atau klinik, mereka dapat menjadi wirausaha handal dengan memanfaatkan ilmu dan keahlian mereka di bidang medis, tentunya disertai keterampilan manajemen usaha yang taktis. Kepala Bidang Umum Tenaga Kesehatan Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan (Pusdiknakes) Dra Utik Indrawati M Kes mengungkapkan hal itu ketika diwawancarai redaksi belum lama ini di ruang kerjanya. Menurut Utik, saat ini terjadi pemahaman tentang profesi perawat yang kurang tepat di kalangan masyarakat termasuk para lulusan perawat sendiri. Perawat seringkali hanya identik dengan bekerja, padahal mereka justru dapat membuka peluang kerja sendiri yang tak kalah menjanjikan. Berikut petikan hasil wawancara redaksi dengan Utik seputar pendidikan dan profesi perawat serta tenaga kesehatan lainnya: Apa tugas dan fungsi jabatan anda selaku Kepala Bidang Umum Tenaga Kesehatan (Pusdiknakes)?Pusdiknakes sendiri mempunyai tugas melaksanakan koordinasi dan pelaksanaan pendidikan tenaga kesehatan. Organisasi Pusdinakes terdiri dari: Bagian Tata Usaha, Bidang Pendidikan Umum Tenaga Kesehatan, Bidang Pendidikan Khusus Tenaga Kesehatan dan Akreditasi serta Kelompok Jabatan Fugsional.Saya mengepalai Bidang Pendidikan Umum. Artinya, saya mengurusi sekolah-sekolah tenaga kesehatan yang banyaknya 18 jenis. Saya bertugas mengkoordiasikan sekolah-sekolah itu, mulai dari pengaturan seleksi siswa sampai siswa lulus dengan menggunakan kurikulum yang diatur oleh Menteri Kesehatan (Menkes). Kurikulum itu juga harus mengikuti pola yang diatur Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas). Sedangkan Bidang Pendidikan Khusus itu memiliki tugas yang berbeda. Sebenarnya sama juga, mengurusi 18 jenis bidang pendidikan (lihat di halaman Peran, Fungsi dan Kompetensi Institusi Diknakes http://www.pusdiknakes.or.id/-red). Tapi, programnya lebih spesifik, lebih khusus. Kalau umum kan sifatnya regular, misalnya Diploma 3 itu harus 120 SKS kemudian maksimal 120 SKS. Alat-alat praktek yang digunakan tetap sama, tapi dengan program yang sedikit berbeda. Karena, Bidang Pendidikan Khusus mempertimbangkan kebutuhan pendidikan tenaga kesehatan yang dilakukan secara khusus untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Misalnya, tenaga perawat di suatu RS hanya berlatar belakang Sekolah Pendidikan Keperawatan (SPK) yang setingkat Sekolah Menengah Umum (SMU), dia harus ditingkatkan pendidikannya menjadi Diploma 3. Namun, dia tidak bisa hadir di kelas karena pelayanan akan terganggu. Maka, mereka tetap bekerja di RS tapi tetap bersekolah. Kurikulumnya yang didesain khusus untuk mereka atau istilahnya berdasarkan kompetensi. Apa keseharian tugas anda? Kami di bagian umum bertugas mengurusi proses seleksi sampai siswa tamat diwisuda. Jadi, seluruh proses pembelajaran mereka ditangani disini. Mulai dari seleksi siswa, kita keluarkan pedoman acuan setiap tahunnya, persyaratan sampai mekanismenya. Pedoman itu kemudian kita jabarkan dalam bentuk petunjuk teknis yang setiap tahunnya harus kita ganti.Karena, tentunya bergantung pada kalender yang ada. Semua rincian kegiatan kita tentukan. Kita juga atur bahwa sekolah-sekolah itu memiliki batasan jumlah siswa tergantung starata institusinya. Kalau strata A pasti peserta didiknya lebih banyak karena dia mampu mengelola kelasnya lebih banyak. Kemudian, ada pula faktor politis yang harus kita pertimbangkan. Contohnya, seperti kasus Timor-Timur yang kini terpisah dari Indonesia. Kita harus atur bagaimana jika ada mahasiswa asal Timtim yang masih ingin belajar di Indonesia. Begitu juga dalam kasus Aceh sekarang, dari pada anak-anak muda disana menganggur lalu angkat senjata ikut Gerakan Aceh Meredeka (GAM) maka pemerintah berinisiatif membuka lebih banyak lagi bangku pendidikan untuk mereka. Tentunya, juga dengan memberikan sejumlah subsisdi. Sekarang ini sekolah pendidikan kesehatan makin marak, terutama perawat terutama di daerah. Apakah itu tidak akan berakibat terjadinya overload jumlah tenaga, apakah memang kebutuhan tenaga kesehatan terutama perawat di Indonesia masih kurang? Kewenangan untuk membicarakan apakah kita masih butuh tenaga kesehatan itu berada di tangan Pusat Pendayagunaan Tenaga Kesehatan (Pusgunakes). Lembaga itulah yang menentukan apakah tenaga kesehatan tertentu masih diperlukan. Berapa jumlah perawat atau bidan yang dibutuhkan di daerah-daerah tertentu. Tapi, setahu saya Pusgunakes masih menyatakan bahwa di Indonesia kebutuhan itu masih banyak. Dalam susunan skenario yang mereka buat tampaknya sekarang ini memang masih dibutuhkan banyak tenaga kesehatan. Kondisi kita saat ini masih tertinggal bahkan jika dibandingkan dengan Vietnam, kita masih kalah jauh. Di Indonesia sekarang satu perawat masih berbanding dengan 300 penduduk, sedangkan di Vietnam rasionya hanya 1 banding 20. Artinya, ketersediaan tenaga kesehatan di RS-RS Indonesia masih kurang? Tergantung dari mana kita meninjaunya. Jika kita lihat kondisi di RS standar idealnya 1 perawat menangani 2 pasien. Sedangkan sekarang rasio di RS masih 1 banding 30 pasien. Tapi kalau di masyarakat sendiri kebutuhan perawat cukup 1 banding 30. Begitu pula dengan tenaga bidan. Kita masih kekurangan. Jadi masih terbuka kemungkinan bagi pihak privat baik itu yayasan atau swasta untuk membangun sekolah baru. Jadi, masyarakat tak perlu khawatir siswa yang sekolah di bidang kesehatan tidak dapat terserap pasaran kerja? Tidak, tidak perlu worry. RS maupun klinik kita masih sangat membutuhkan banyak tenaga perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Justru yang mesti dipertimbangkan adalah sejauh mana kemampuan RS membayar tenaga mereka. Memang RS masih butuh mereka, tapi bagaimana kalau RS tidak mampu menggaji atau membayar mereka ? Sebenarnya, berapa sih gaji ideal yang harus diterima seorang lulusan akademi tenaga kesehatan saat dia bekerja ? Kalau kita ikuti patokan pemerintah, seorang lulusan akademi perawat seharusnya menerima status 2C denagn gaji diatas Upah Minimum Regional (UMP). Bagaimana saran anda untuk masyarakat untuk tidak salah memilih sekolah tenaga kesehatan, misalnya keperawatan, agar mereka mendapat pendidikan dan berkualitas? Mestinya mereka melihat kualitas itu berdasarkan strata yang dimiliki institusi tersebut. Jadi, seharusnya pihak institusi itu harus secara terbuka mengungkapkan strata mereka? Mestinya bilang dong. Institusi itu berada dalam strata mana, A, B atau lainnya. Anda juga dapat mengakses informasi itu melalui Dinas Kesehatan yang ada di wilayah setempat. Kita juga publikasikan secara bebas mengenai daftar akreditasi yang kita telah berikan pada institusi-institusi yang telah ada saat ini. Tadi anda mengatakan bahwa RS saat ini tidak mampu membayar tenaga kesehatan, apakah hal itu memang terjadi, bagiamana efeknya buat lulusan pendidikan tenaga kesehatan? Kita lihat saat ini ada banyak RS yang maju, dan ada pula RS yang secara keuangan belum bagus. Tapi walaupun bagaimana keadaan RS-nya, mereka umumnya masih membutuhkan banyak tenaga kesehatan, termasuk perawat. Masalahnya, pemasukan mereka tak seimbang sehingga dana untuk membayar perawat baru atau tenaga lainnya tidak ada. Itulah yang menyebabkan mereka tak melakukan rekrutmen. Jadi bukan tak butuh, tapi tak mampu membayar. Tapi, ada juga RS yang bagus yang mampu membayar tenaga kesehatannya dengan baik. Jika begitu, apa yang harus dilakukan lulusan sekolah tenaga kesehatan, termasuk akademi perawat yang kini makin menjamur?Solusinya begini, mereka harus sadar, bahwa bekerja di RS bukan satu-satunya jalan yang bisa ditempuh ketika mereka lulus. Mereka bisa menciptakan lapangan kerja sendiri, membuka usaha misalnya. Saat ini saya kira masih sedikit lembaga penyedia jasa perawat privat yang melayani langsung kebutuhan masyarakat. Misalnya, untuk merawat orang sakit atau orang jompo. Saya kira, tenaga terampil yang memiliki keahlian perawat sangat dibutuhkan untuk melakukan perawatan di rumah-rumah. Tentunya, perawatan yang dilakukan oleh tenaga terdidik jauh lebih berkualitas dibandingkan tenaga tak terdidik. Menurut saya, kebutuhan di masyarakat akan hadirnya lembaga tersebut sangat besar. Itu mestinya disadari. Mereka dapat membuka semacam keagenan dengan menghimpun tenaga-tenaga perawat. Jika di-manage dengan baik, saya kira hasilnya akan baik. Bagaimana dengan persaingan yang dihadapi tenaga kesehatan lokal dengan mulai diberlakukannya Pasar Bebas Asean?Saya kira memang kita harus hati-hati dengan persaingan dari tenaga asing yang mulai masuk ke Indonesia. Di beberapa RS besar, terutama yang dikelola swasta, terutama swasta asing mulai masuk tenaga kesehatan asing, umumnya perawat asing. Biasanya tenaga asing itu berasal dari Filifina, karena selain keterampilannya tinggi juga fasih berbahasa Inggris. Padahal, itulah yang menjadi kekurangan tenaga kita. Ini jelas harus diwaspadai. Bagaimana dengan pengiriman tenaga kesehatan kita ke luar negeri, kabarnya masih banyak permintaan dari negara-negara Timur Tengah?Itu memang benar. Tapi sayangnya, walaupun skill kita bagus, tapi kita sangat kurang dalam penguasaan bahasa Inggris. Inilah masalahnya.Itu perlu kita antisipasi mulai dari sekarang. Menjadi tenaga handal selain skill harus tinggi juga harus bisa bersaing di tingkat internasional. (iis)

0 comments:

KOMENTAR ANDA