Perawatan Lansia di Jepang: Catatan Pengalaman,
Pengamatan dan Pembelajaran
Oleh:Dwi Nurviyandari Kusuma Wati
Tujuan
Tiga tahun focus pada perawatan Lanjut Usia (Lansia) di Jepang memberikan inspirasi pada saya untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Dalam tulisan kali ini saya akan memaparkan pengalaman, pengamatan dan pembelajaran yang saya telah dapatkan tentang perawatan lansia dan system pengaturannya di Jepang. Harapan saya tulisan ini dapat memberikan wacana untuk semua kalangan pada umumnya terutama bagi profesi kesehatan di Indonesia untuk mulai serius mengolah perawatan Lansia.
Pendahuluan
Berawal pada November 2004, saya menjalani pelatihan/ magang di Houei Group Nursing Centre Miyakonojo, Miyazaki, Jepang selama sembilan bulan. Dilanjutkan dengan mengikuti program pasca sarjana, sekolah Ilmu Kesehatan di Kagoshima University dengan jurusan komunitas keperawatan (dua tahun program master).
Houei Group Nursing Center menyediakan perawatan lengkap untuk menunjang Lansia dalam berbagai kondisi, yang tujuan akhirnya adalah meningkatnya kualitas hidup Lansia. Selain untuk Lansia dengan gangguan kesehatan, disini disiapkan pula jenis pelayanan untuk Lansia yang masih aktif dan tinggal di masyarakat. Beberapa jenis fasilitas juga dikhususkan untuk Lansia dengan gangguan kognitif seperti demensia. Seluruh fasilitas yang ada dapat dijangkau oleh Lansia dengan jaminan kesehatan yang disebut dengan “Long-Term Care Insurance System”.
Saya berfokus pada penanggulangan jatuh dan cedera yang kerap dialami oleh Lansia dengan demensia untuk penelitian program master. Untuk menunjang penelitian tersebut saya berkunjung dan mengumpulkan data dari sembilan pusat perawatan Lansia (Panti Jompo, pusat rehabilitasi dan rumah sakit khusus Lansia) disekitar Tokyo. Inilah yang membuat saya memahami permasalahan “Aged Society” yang saat ini dihadapi oleh pemerintah Jepang.
Populasi Lansia
Saat ini jepang berada pada pintu menuju masyarakat dengan jumlah Lansia yang besar (Super Aged Society). Berdasarkan sensus nasional Jepang tahun 2003, jumlah total Lansia saat ini adalah 127.690.000 atau 19% (Japan Statistic Bureau) dari jumlah total penduduk Jepang, sebagai tambahan jumlah total anak usia dibawah 14 tahun adalah 13%. Kondisi ini terbalik dengan Indonesia dimana jumlah anak-anak berada jauh diatas jumlah populasi Lansia. Usia harapan hidup yang dicapai Lansia di Jepang untuk pria adalah 78,32 tahun dan 85,23 tahun untuk wanita (Yoshida, 2003)
Suatu hari ketika berbelanja di Supermarket di Miyakonojo saya sengaja memperhatikan para pengunjung yang datang, disetiap mata memandang saya dapatkan sosok Lansia yang sedang berbelanja. Awalnya saya berpikir hari ini adalah hari khusus untuk Lansia, tapi seiring dengan waktu, fenomena seperti ini menjadi pemandangan yang biasa. Dapat kita temukan Lansia dengan mudahnya hampir disetiap fasilitas umum di Jepang, mulai dari pusat perbelanjaan, di pameran lukisan, tempat wisata bahkan perpustakaan umum. Jepang memang menyediakan fasilitas khusus untuk para Lansia dan orang cacat untuk memudahkan mereka menggunakan fasilitas tersebut, sebagai contoh adalah pada sarana transportasi umum seperti bus dan kereta, dapat kita lihat adanya tempat duduk yang diprioritaskan untuk Lansia dan orang cacat yang digunakan sebagaimana mestinya. Lansia di Jepang dapat beraktifitas layaknya semua orang, mereka tetap bersosialisasi satu sama lain dan terlihat enerjik.
Nenek saya saat ini berusia 70 tahun, beliau sangat jarang keluar rumah, sebagian besar waktunya dihabiskannya didalam rumah. Demikian juga kondisi yang dialami oleh sebagian besar Lansia di Indonesia. Aktifitas Lansia lebih banyak berfokus pada kegiatan spiritual keagamaan, mereka mengharapkan ketenangan suasana di hari tua mereka. Tentu saja hal ini sangatlah positif dan perlu untuk dilanjutkan, namun yang ingin saya sampaikan adalah jangan sampai Lansia tidak dapat beraktifitas keluar rumah karena memang tidak disiapkan fasilitas yang dapat membantu mereka.
Saat ini saya berdiri pada dua kasus yang ada. Terdapat perbedaan latarbelakang, budaya, perkembangan social ekonomi dan paradigma tentang “age and aging” dari dua negara ini. Jepang adalah negara berkembang yang sudah mengatur dengan baik pelayanan kesehatan untuk Lansia. Indonesia masih jauh tertinggal karena memang saat ini prioritas pelayanan kesehatan Indonesia masih berfokus pada pelayanan kesehatan Ibu dan anak juga penyakit infeksi, namun demikian tidaklah salah bila kita melihat jauh kedepan dan belajar dari yang telah dipraktekkan Jepang dalam memgembangkan program pelayanan kesehatan untuk Lansia.
System Perawatan Lansia
“Long-Term Care Insurance System” yang diluncurkan dari Departemen Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang pada tahun 2000 adalah jawaban untuk mengatasi masalah peningkatan jumlah Lansia. Memberikan support bagi penduduk dalam menghadapai hari tua adalah salah satu dari tujuan system ini (Ministry of Health, Labour and Welfare). Walaupun panjang umur adalah sesuatu yang seharusnya patut untuk di syukuri, namun hal tersebut diikuti oleh masalah social seperti peningkatan jumlah pension dan biaya kesehatan, hal ini tentunya akan meningkatkan beban ekonomi yang harus di tanggung pemerintah.
Rumah Jompo (Nursing Home), Layanan harian untuk Lansia (Day Service), pusat rehabilitasi dan Rumah sakit khusus Lansia adalah pelayanan Lansia yang banyak ditemui di Jepang. Rumah Jompo adalah pelayanan untuk Lansia dengan tingkat ketergantungan perawatan yang tinggi (fisik lemah), mereka tinggal difasilitas tersebut sampai waktu yang tidak ditentukan, pada umumnya mereka berada di Panti Jompo sampai akhir hidupnya. Layanan harian Lansia adalah jenis pelayanan untuk Lansia yang masih aktif dan tinggal di masyarakat, Lansia datang kepelayanan ini pada pagi hari dan pulang kembali pada sore hari. Layanan harian yang disediakan adalah perawatan dasar (pengukuran tanda-tanda vital, perawatan diri, eliminasi) dan juga sosialisasi berupa olah raga, permainan, keterampilan dan hiburan. Rumah sakit dan rehabilitasi Lansia adalah jenis pelayanan perawatan akut dengan tingkat ketergantungan medis yang tinggi.
Fasilitas pelayanan kesehatan untuk Lansia di tunjang oleh tim kesehatan yang bekerja secara professional. Tim kesehatan terdiri dari dokter, perawat, care manager, care worker, physical therapy, occupational therapy, pharmacist dan nutritionist. Tim kesehatan bekerja sama dalam setiap fasilitas untuk memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna untuk Lansia.
Selama lima bulan menjalani training di Panti Jompo (Houbuen Nursing Home), saya telah mengetahui dengan baik nama, kebiasaan, ruangan dan barang-barang milik pribadi dari semua Lansia (60 orang) yang menetap disana. Hal ini tidaklah mudah, butuh waktu untuk dapat menghapalnya, ini adalah salah satu point penting dalam merawat Lansia dengan gangguan kognitif. Aktifitas Lansia di Nursing home adalah sebuah rutinitas, karena aktifitas yang berulang lebih mudah dipahami oleh Lansia.
Penutup
Menjadi tua dan lemah adalah siklus hidup yang akan di lalui oleh semua manusia, pada fase ini kondisi fisik dan akal bisa dikatakan kembali seperti anak-anak. Memberikan perawatan untuk Lansia selain harus telaten, sabar dan penuh kasih sayang, hal yang membuat berbeda dengan perawatan lain adalah rasa hormat yang harus kita tunjukkan, karena orang yang kita rawat memiliki pengalaman dan usia yang jauh diatas kita.
Perawatan Lansia bukanlah hal baru di Indonesia, saat ini dapat kita temui beberapa fasilitas panti jompo yang dikelola oleh Departemen Sosial atau swasta. Kualitas pelayanan, jenis pelayanan dan jangkauan oleh Lansia adalah hal penting yang harus kita tingkatkan, agar tujuan meningkatnya kualitas hidup Lansia (Quality of Live/ QOL) dapat dicapai.
Artikel terdapat online di: http://www.beritaiptek.com/pilihberita.php?id=322
Thursday, January 15, 2009
PERAWATAN LANSIA DI JEPANG
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment